Menilik Dampak Positif Presidensi  G20 Terhadap Perekonomian Di Bali

  • Bagikan
banner 728x90

Oleh : Gabrela Putri Agustin Harianto
S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang
Email : gabrelaputri011@gamil.com

Malang ( siaptv.com ) – G20 merupakan forum kerjasama multilateral yang mencakup Uni Eropa dan 19 negara besar. Terbukti, G20 memberikan kesempatan kepada kaum muda dari G20 untuk mengungkapkan perspektif mereka tentang topik yang sedang dibahas.

Peningkatan keterampilan Kementerian Keuangan akan mendapatkan gambaran implementasi Presidensi G20. Jumlah generasi yang banyak memberikan peluang yang baik untuk memajukan perbendaharaan di masa depan.

Kelancaran G20 dapat meningkatkan kepercayaan global terhadap kemampuan percepatan pemulihan ekonomi nasional. Asal-usul dan peran G20 sebagai platform utama untuk kerja sama ekonomi internasional menjadi pokok bahasan publikasi ini.

G20 telah berjanji untuk meningkatkan dan memastikan bahwa pemerintah akan dapat memperhitungkan risiko yang merupakan bagian dari pemantauan untuk membatasi dampak pada sistem.

Pada tanggal 1 Desember 2021,Indonesia secara resmi memegang puncak kepemimpinan (Presidensi) Group of 20 (G20). G20 adalah forum kerjasama multilateral yang terdiri dari 19 negara besar dan Uni Eropa, sebuah organisasi antar pemerintah dan supranasional yang terdiri dari negara-negara Eropa.

Sembilan belas negara utama G20 adalah Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Argentina, Brazil, Inggris, Jerman, Italia, Prancis, Rusia, Afrika Selatan, Arab Saudi, Turki, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, India, Indonesia dan Australia. Indonesia resmi menjadi tuan rumah Group 20 (G20) Leadership Summit.

Karena forum internasional mewakili lebih dari dua pertiga populasi dunia, 75 persen perdagangan global, dan 80 persen PDB, G20 memainkan peran penting di dunia. Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang mendirikan G20 pada tahun 1999 sebagai forum internasional dengan tujuan mencapai pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.

G20 bertujuan untuk mencapai tiga hal utama: 1) mempromosikan regulasi keuangan yang dapat mengurangi risiko dan mencegah krisis keuangan global, 2) menciptakan arsitektur keuangan internasional, dan 3) mengkoordinasikan kebijakan anggota untuk memastikan stabilitas dan kelangsungan ekonomi global.

Keberhasilan G20 bergantung pada bagaimana faktor ekonomi dan non-ekonomi, seperti pemerataan pendidikan, kerusakan lingkungan, korupsi perawatan kesehatan, dan sebagainya, berkontribusi pada isu-isu global.

G20 tidak memiliki pemimpin yang selalu hadir, tetapi salah satu anggotanya menjabat sebagai presiden selama setahun. Terhitung mulai 1 Desember 2021, dan berlangsung hingga Pertemuan Puncak (KTT) di penghujung tahun 2022, Indonesia resmi menjadi presiden G20.

Bangsa Indonesia mengalami sesuatu yang baru di tahun ini. Kepresidenan (sebagai tuan rumah) diserahkan kepada Indonesia. Indonesia adalah satu-satunya anggota ASEAN di G20. Indonesia dipastikan akan diuntungkan dengan terpilihnya Indonesia sebagai presidensi G20.

Pekerjaan penting Indonesia dapat dibagi menjadi 2 tingkat. Level Strategis adalah level pertama. Topik pemulihan ekonomi global, khususnya dapat dijadikan topik pembicaraan global oleh Indonesia. Tingkat selanjutnya adalah tanggung jawab kepada organisasi internasional (seperti: OCBC, IMF, dan Bank Dunia Aktivitas Substansial. Di sinilah kewenangan G20 mendelegasikan) untuk membantu mereka yang membutuhkan dan negara berkembang.

Indonesia dapat bertindak sebagai perantara untuk mewakili kepentingan negara-negara berkembang dan miskin tersebut. Indonesia memiliki kesempatan untuk menunjukkan kualitas kepemimpinannya melalui kepresidenan G20.

Terpilihnya Indonesia untuk memimpin G20 merupakan bukti ketahanan ekonomi bangsa dalam menghadapi krisis Covid-19 dan pengaruh Indonesia sebagai negara berkembang dengan perekonomian terbesar di dunia.Indonesia ingin mengajak anggota komunitas global, khususnya G20 untuk berkolaborasi memulihkan ekonomi global dan sektor lainnya.

Karena anggota G20 menyumbang 80% GDP global dan 75% perdagangan global, forum G20 sangat penting bagi Indonesia. Seharusnya pemerintah Indonesia memanfaatkan detik G20 untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari berbagai bidang, termasuk memajukan industri travel Indonesia.

Jumlah turis asing yang menghadiri Forum G20 menurun 60% pada 2021 dan 80% pada 2020 akibat COVID-19. Layanan Industri Perjalanan dan Ekonomi Imajinatif berfokus pada 100 persen pengembangan wisatawan asing pada tahun 2022. Bali, Jakarta, Bogor, Semarang, Solo, Batam Bintan, Belitung, Medan, Yogyakarta, Bandung, Sorong, Lombok, Surabaya, Labuan Bajo, Manado, Kawasan Danau Toba, dan Malang adalah kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Ada sejumlah lokasi di mana Forum G20 akan digelar. Tempat pertemuan G20 mencakup seluruh potensi pariwisata Indonesia jika dilihat dari sebarannya yang terbentang dari ujung barat Indonesia hingga ujung timur Indonesia.

UMKM juga dapat menggunakan G20 untuk mengiklankan produknya. Forum G20 berpotensi membuat produk UMKM nasional lebih bisa diekspor. Forum G20 diagendakan untuk mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang merupakan 61% ekonomi Indonesia, untuk bergabung dalam jaringan bisnis global.

Arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi digital, dan transisi energi adalah tiga hal terpenting dalam agenda prioritas kepresidenan G20 Indonesia. Meski dipandang sebagai agenda yang berbeda, ketiganya sebenarnya memiliki tujuan yang sama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di seluruh dunia.

Indonesia bertugas melaksanakan rencana yang mengutamakan kepentingan nasional dan juga bertujuan untuk membangun peradaban dunia yang lebih baik sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945.

Indonesia memiliki kepercayaan diri untuk memastikan ekonominya mampu bertahan dari krisis keuangan global karena menjadi anggota G20. Fokus pertemuan Tingkat Menteri G20, yang dimulai pada tahun 1999, adalah manajemen krisis yang efektif. telah melalui dua krisis ekonomi sejak 1990-an.

Depresiasi Rupiah terhadap dolar AS merupakan salah satu krisis pertama yang terburuk pada tahun 1997-1998. Padahal, krisis moneter yang berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan menyebabkan krisis multidimensi di bidang sosial, politik, budaya, dan ketahanan.

Empat puluh juta orang menanggapi krisis pertama. Akan ada lebih banyak perlawanan, yang akan mengarah pada kejahatan. Aspek lain dari masalah kesehatan masyarakat adalah malnutrisi negatif.

Selama krisis ini, produsen menghadapi tantangan lokal saat mencoba menjual produknya di pasar global seperti Amerika Serikat. Produsen menerapkan kebijakan mendesak dan memberhentikan pekerja untuk bertahan hidup. Keadaan darurat ini rumit karena memengaruhi berbagai bagian aktivitas publik.

Setelah menghadapi dua keadaan darurat ekonomi, Indonesia memiliki peluang potensial untuk membantu membangun sistem moneter global yang dapat bertahan dalam keadaan darurat serupa di kemudian hari. Kepentingan Indonesia di G20 adalah untuk mengkonsolidasikan pemulihan ekonomi dan menghindari krisis serupa.

Kesepakatan dicapai pada KTT G20 di Pittsburgh yang secara khusus membahas peran masa depan G20. Terlepas dari keberadaan G20, pernyataan tekanan baru-baru ini bahwa para pemimpin G20 akan bertemu secara teratur setelah KTT Pittsburgh dan jaminan bahwa delegasi mereka akan berpartisipasi aktif dalam semua pertemuan menunjukkan hal ini.

Awalnya tampak sporadis, akhirnya menjadi “permanen” seiring berjalannya waktu. Deklarasi tersebut menekankan pentingnya istilah “permanen”, pengakuan G7 tentang pentingnya ekonomi berkembang, dan fungsi G20 sebagai platform untuk kerja sama ekonomi internasional.

Tekad para pemimpin G20 untuk menjadikan kehadiran mereka permanen ditekankan dalam Deklarasi Pittsburg. Pelopor G20 memahami bahwa mengatasi keadaan darurat keuangan membutuhkan pengaturan yang sangat tahan lama, bukan pengaturan dadakan. Pengembangan arsitektur keuangan global yang tahan terhadap krisis merupakan tanggung jawab utama lembaga permanen.

G20 menerima bahwa jawaban untuk keadaan darurat keuangan memerlukan partisipasi yang bersifat mendunia, dengan premis yang berkelanjutan. Pendekatan terbaik untuk mengatasi krisis ini, yang harus diterapkan oleh anggota G20 dan lembaga keuangan internasional, adalah hasil dari kolaborasi ini.

Kebijakan yang diupayakan masing-masing negara dalam menghadapi krisis antara lain dengan stimulus fiskal, memaksimalkan pertumbuhan ekonomi, dan kembali ke era krisis dengan memperkuat sektor keuangan domestik untuk melindungi perekonomian dari krisis serupa di masa mendatang.

Agenda ini ditempuh melalui Lembaga Keuangan Internasional, termasuk penambahan dana talangan untuk mendorong sektor produksi dan perekonomian domestik secara keseluruhan. Seluruh perekonomian dunia terkena imbas dari penguatan ini. Bangsa ini merupakan produsen yang barang-barangnya mulai menguasai pasar global.

Karena telah menjadi pembeli global barang-barang dari pasar internasional, termasuk dari negara maju dan berkembang, bangsa ini juga merupakan konsumen potensial. Keuntungan G20 adalah telah berkembang menjadi tempat di mana para pemimpin berjanji untuk menghadiri KTT.

Dimulai dengan Washington (2008), London (2009), Pittsburgh (2009), Toronto (2010), Korea Selatan (2010), Prancis (2011), dan Meksiko (2012).Hasil tertentu, seperti pemulihan ekonomi, menunjukkan kemampuan G20 untuk merespons krisis secara efektif.

Signifikansi deklarasi para pemimpin G20 adalah ditetapkannya G20 sebagai acuan utama kerjasama ekonomi, khususnya kerjasama berbasis gathering. Dengan mempertimbangkan kekuatan ekonomi masing-masing anggota G20, posisinya sebagai forum utama G20, dan kesepakatan yang dibuat menjadi acuan utama kegiatan negara-negara anggotanya, termasuk sebagai forum rujukan regional dan global.

Setiap anggota G20 memenuhi tingkat domestik masing-masing dan menjunjung tinggi komitmen yang telah mereka buat.G20 telah melakukan upaya bersama untuk mengoordinasikan kebijakan untuk mengatasi krisis ekonomi tahun 1990-an dan 2007.

Beberapa bukti menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara non-G20 tampak stabil.Pertumbuhan ekonomi negara-negara non-G20 tampaknya relatif stabil, menurut beberapa bukti.

Hal ini digunakan untuk menunjukkan bahwa stabilisasi negaranegara G20 telah mencegah terjadinya kontraksi di negara-negara non-G20, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Diakui bahwa perekonomian global terus didominasi oleh ancaman krisis. Meningkatnya nilai aset dan tekanan inflasi yang tinggi di negara-negara Asia Timur terus menekan Menteri Keuangan.

Krisis Yunani berfungsi sebagai peringatan bahwa risiko global yang menggoyahkan aliran modal internasional di negara-negara Asia Timur dapat berdampak fatal akibat risiko utang negara

Menurut laporan Bank Dunia, krisis keuangan memiliki dampak kumulatif yang signifikan terhadap kemiskinan. Pada akhir 2010, diperkirakan lebih dari 64 juta orang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Negara-negara miskin kini harus berhadapan dengan ribuan anak kurang gizi akibat krisis ini.

Dengan kebijakan stimulus fiskal dan moneter, G20 sangat memperhatikan pertumbuhan ekonomi, khususnya selama empat tahun terakhir. Sektor ketenagakerjaan, khususnya sektor produksi, membaik sebagai dampak penerapan kebijakan manajemen krisis yang berpotensi bangkit kembali. Efek rembesan tidak selalu terjadi secara bersamaan.

Tingkat pertempuran dan rudal yang digunakan bervariasi dari satu negara ke negara lain. Pada KTT Toronto, para pemimpin G20 menyadari bahwaG20 sangat penting untuk mendorong kerja sama internasional untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan membantu negara-negara karena kesadaran ini. Krisis sosial-ekonomi kemungkinan besar akan menyerang negara-negara berkembang. G20 berpendapat:

“Agar pemulihan berlanjut, kita harus menjalankan rencana stimulus dan bekerja untuk menyiapkan permintaan swasta yang kuat.Selain itu, peristiwa baru-baru ini menunjukkan pentingnya keuangan publik dan kebutuhan negara untuk merencanakan, mempersiapkan, dan mendukung pertumbuhan untuk mencapai kesinambungan fiskal yang sangat bergantung pada kondisi rasional untuk melakukannya.”

Serupa dengan mengatasi kemiskinan, kesenjangan pembangunan antara negara maju dan negara berkembang menjadi topik diskusi di G20.Karena persepsi luas bahwa kesenjangan antara negara maju dan berkembang telah melebar akibat krisis keuangan, masalah ini menjadi sangat diperdebatkan selama masa krisis.

Para pemimpin G20 sepakat untuk membentuk kelompok kerja pembangunan, yang sejalan dengan fokus G20 untuk membuat ekonomi lebih kuat dan tumbuh lebih cepat. Indonesia mengakui harus berupaya meningkatkan daya saing bangsanya yang masih rendah. Ada dua pilihan untuk meninggalkan daya saing bangsa:

Pertama, masih sulit membandingkan barang Indonesia dengan barang negara lain di pasar global karena tidak memenuhi standar kualitas internasional. Indonesia berharap dapat memanfaatkan keanggotaannya di G20 dengan menjadikan barang-barang domestiknya lebih kompetitif di pasar global.

Sudut pandang kedua adalah untuk meningkatkan daya saing bangsa di bawah tekanan yang lebih sedikit dan mendapatkan posisi tawar yang lebih kuat di luar negeri. Demi kepentingan nasional Indonesia, daya tawar merupakan faktor penentu dalam proses negosiasi. Keanggotaan Indonesia di G20 menunjukkan bahwa negara berkembang mengakui kemampuannya untuk membantu upaya global dalam mengatasi krisis ekonomi.

Negara-negara non-G20 dan organisasi nonpemerintah mengkritik pencapaian G20. Pilihan negara-negara yang dikatakan untuk menangani negara-negara berkembang telah mendapat kritik keras, terutama karena kemampuan mereka untuk mengambil bagian dalam pembentukan dunia teknik.

Kritikus mengatakan sulit untuk mendapatkan hasil maksimal dari kerja sama internasional, tetapi mereka tetap menganggap penting untuk memiliki legitimasi dari semua negara untuk membangun ekonomi global.Tata kelola global adalah masalah yang membuatnya lebih mudah untuk membuat keputusan. Menurut analisis, ekonomi global menunjukkan tanda-tanda pemulihan.

Kontribusi G20 untuk mengoordinasikan kebijakan yang efisien untuk menghadapi krisis dan meningkatkan pendanaan di lembaga keuangan internasional menunjukkan pemulihan relatif. Tingkat perdagangan dianggap sebagai masalah besar karena para pelopor G20 berbeda dalam cara mereka mengikuti kerangka skala konversi publik.

Kekurangan sistem keuangan dunia adalah masalah signifikan yang memengaruhi soliditas moneter dunia dan menyebabkan keadaan darurat di masa depan.Seorang responden menyatakan :

“Benar bahwa para pemimpin G20 berkomitmen untuk melakukannya di forum.Para pemimpin akan melanjutkan bisnis seperti biasa setelah KTT selesai dan mereka kembali ke negara mereka. Mereka akan tetap memperhatikan kepentingan nasional.”

Orang-orang yang terkena dampak krisis keuangan global tidak segera memiliki akses ke lapangan kerja berkualitas tinggi ketika ekonomi mulai tumbuh kembali. Faktanya, orang yang kehilangan pekerjaan akibat krisis keuangan tidak mendapatkan pekerjaan yang layak selama pemulihan ekonomi.

Kemampuan penduduk untuk mengakses layanan pendidikan dan kesehatan serta memenuhi kebutuhan dasarnya tidak serta merta dipulihkan oleh instrumen ekonomi. Untuk mengurangi kekurangan pangan, terutama di pedesaan, reformasi struktural saja tidak cukup.

Negara-negara miskin memiliki banyak masalah, tetapi mereka juga membutuhkan lebih banyak uang untuk lebih berupaya meningkatkan tingkat respons dan mengatasi dampak krisis sosial seperti malnutrisi pada orang miskin. G20 dianggap sebagai peluang bagi negara maju untuk menunjukkan kekuatan mereka dalam ekonomi global dan untuk mengatasi masalah pembangunan utama yang menghambat negara berkembang.

Negara-negara miskin tidak dapat mengandalkan komitmen G20 dan malah mencari cara untuk menggunakan kekuatan nasional untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kritikus ini percaya G20 adalah alat yang digunakan oleh G7 untuk mempertahankan kekuatan bentuk dan fungsinya.

Di G20, negara-negara G7 mengambil keputusan yang mencerminkan pengaturan yang disepakati dan dilaksanakan oleh negara-negara G7. Sebuah sistem yang berfungsi untuk negara-negara G7 menyatukan negaranegara G7. G7 telah mampu mengurangi pemotongan anggaran berkat komitmen yang dibuat oleh G20.

G20 telah dimanfaatkan oleh para pemimpin negara maju untuk menggalang dukungan bagi inisiatif yang ditujukan untuk mencapai tujuan. Para pemimpin G7 dan G20 diundang membuat komitmen bersama untuk memajukan kepentingan masing-masing.

Kritik terhadap G20 ini berfungsi sebagai tandingan bagi organisasi tersebut dan sangat beralasan. Seolah-olah G20 memposisikan dirinya di atas forum yang ada dengan mendeklarasikan dirinya sebagai “forum utama kerjasama ekonomi”. Kekhawatiran tentang legitimasi G20 telah dikemukakan oleh proliferasi isu-isu di dalam kelompok tersebut.

G20 telah dikritik karena berjanji untuk mengatasi masalah global lebih efektif daripada organisasi multilateral dan mengklaim bertanggung jawab atas semuanya.G20, menurut para kritikus, meremehkan pentingnya partisipasi anggotanya dalam organisasi jangka panjang seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.

G20 telah ditekankan sebagai forum antar pemerintah yang dihadiri oleh pejabat pemerintah. Terbentuknya struktur dominasi negara dalam perkembangan arsitektur keuangan global merupakan fungsi utama yang dimainkan negara dalam forum tersebut. dalam G20.

Forum G20 dan produk-produknya telah menjadi institusi yang tidak menyentuh perasaan dan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya ketika peran LSM diabaikan. Karena fokusnya mengelola krisis melalui stimulus kebijakan, G20 yang disajikan dalam laporan tersebut dikritik karena gagal mengatasi dampak krisis sosial-keuangan. Kata “civilas societas” berasal dari kata Latin untuk “masyarakat sipil”.

Tujuan dari masyarakat sipil Ferguson adalah untuk menghancurkan model masyarakat Marxis yang mengutamakan kepentingan individu dan kebebasan menggunakan hak seseorang. Masyarakat yang menentang struktur politik termasuk masyarakat sipil. Ada banyak cara yang berbeda untuk menumbuhkan masyarakat sipil.

Masyarakat sipil, menurut Alejandro Colas, merupakan ruang sosial antar individu yang berbeda dengan dunia afektif keluarga dan ranah formal negara. Menurut Muthiah Alagappa (2004). LSM memainkan peran penting dan dapat dibagi menjadi empat kategori:

1) sebagai agen perdagangan, masyarakat, dan negara; 2) sebagai wilayah khusus untuk membentuk wacana dan mengembangkan cita-cita normatif guna menekan bangsa lain untuk mengadopsi norma; 3) sebagai ruang “self-governance” bagi aktor non-negara untuk beroperasi secara mandiri; dan 4) sebagai sarana aksi kolektif untuk mengamankan aktor-aktor non-otonomi daerah.

Kesimpulan. Alejandro Colas mengatakan bahwa masyarakat sipil adalah ruang sosial antara orang-orang yang berbeda dari dunia keluarga afektif dan dunia negara formal.Menurut Muthiah Alagappa (2004), LSM memainkan peran penting dan dapat dibagi menjadi empat kategori:

1) sebagai penghubung antara pasar, masyarakat, dan negara; 2) sebagai wilayah khusus untuk membentuk wacana dan mengembangkan cita-cita normatif guna menekan bangsa lain untuk mengadopsi norma; 3) sebagai zona “pemerintahan sendiri” independen untuk aktor non-negara; dan 4) sebagai sarana aksi kolektif untuk mengamankan aktor-aktor non-otonomi daerah

Argumen utama yang mendukung pelembagaan G20 adalah pentingnya forum ini untuk membahas solusi krisis ekonomi. Menurut beberapa responden, G20 hanyalah alat bagi negara-negara G7 untuk menyeimbangkan pengaruhnya terhadap perkembangan moneter global.

Beberapa responden khawatir bahwa pembentukan G20 akan mempersulit kerja sama multilateral yang lebih sah seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melakukan tugasnya. Selain itu, tanggapan tersebut menekankan pentingnya G20 bagi Indonesia. Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan daya saingnya melalui keikutsertaan dalam forum yang penting untuk memajukan kepentingan nasional.

Kepemimpinan Indonesia tidak hanya diantisipasi akan memelopori isu-isu global, tetapi juga diantisipasi akan menjaga kepentingan kawasan, khususnya kepentingan negara berkembang dan kepentingan nasional Indonesia sendiri. global.

Tujuan keanggotaan G20 Indonesia adalah untuk membantu Indonesia mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap perekonomian negara dan menciptakan struktur ekonomi nasional yang dapat bertahan dari krisis di masa depan.Ada perbedaan antara kepentingan praktis dan simbolik Indonesia.

Tujuan praktisnya adalah mencari solusi krisis ekonomi, dan tujuan simbolisnya adalah meningkatkan citra Indonesia sebagai negara kooperatif yang bersedia mengakomodasi negara lain di panggung internasional. Pemerintah Indonesia mendukung G20 karena penting bagi strategi Indonesia.

Indonesia bekerja keras untuk menepati janji G20-nya. Agar sesuai dengan kerangka G20 untuk pertumbuhan yang kuat dan seimbang, Indonesia melakukan penyesuaian terhadap kebijakan nasionalnya, termasuk di bidang fiskal. Kehadiran Indonesia yang semakin besar di G20 terhambat oleh sejumlah kendala. penuh pergeseran, keraguan tentang pemahaman Indonesia tentang struktur keuangan global, dan kekhawatiran tentang anggota G20 dari Indonesia. ( Ddg )

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *